Sabtu, 20 Agustus 2011

BELAJAR TAWADHU'


Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Darda radhiyallahu 'anhu yang berkata:

"Seseorang tidak benar-benar memiliki fiqih (pemahaman yang mendalam tentang agama) sehingga ia membenci manusia karena Allah, kemudian melihat kepada dirinya sendiri, lantas membenci (diri)nya melebihi kebenciannya kepada orang lain."

Mutharif bin Abdullah berkata: "Andaikata aku tidak mengerti cacat (aib) diriku, niscaya aku telah membenci seluruh manusia."

Ayyub As-Sikhtiyani berkata: "Apabila disebutkan tentang orang-orang shalih, aku berada di tempat yang jauh terpencil dari mereka."

Menjelang wafat, Sufyan Ats-Tsauri didatangi oleh Abul al-Asyhab dan Hamad bin Salmah. Hamad berkata kepadanya: "Abu Abdillah! Bukankah engkau telah memperoleh rasa aman dari apa yang engkau takutkan? Bukankah engkau akan menghadap Dzat yang senantiasa engkau harapkan, sedangkan Dia Maha Pengasih?" Sufyan berkata: "Abu Salmah! Apakah engkau berharap orang sepertiku akan selamat dari neraka?" Hamad menjawab: "Ya, aku mengharapkan demikian."

Yunus bin 'Ubaid berkata: "Saya menemukan seratus sifat baik, yang saya kira tidak satu pun terdapat pada diriku."

Muhammad bin Wasi berkata: "Seandainya dosa-dosa itu berbau, niscaya tidak seorang pun sanggup duduk berdekatan denganku." [1]

Pelajaran lain yang insya Allah dapat kita petik dari perkataan para Salafush Shalih di atas adalah, betapa tawadhu'nya mereka, padahal mereka adalah orang-orang yang telah dikenal memiliki banyak keutamaan, ilmu dan amal shalih. Namun mereka tidak merasa memiliki keutamaan, ilmu dan amal shalih. Mereka juga tidak merasa bahwa diri mereka termasuk kelompok orang-orang yang shalih, bahkan tidak merasa sebagai ahli surga. Mereka senantiasa melihat orang lain lebih baik daripada diri mereka sendiri. Itulah hakikat tawadhu' yang telah diamalkan oleh para Salafush Shalih.

Tamim bin Muslim bertanya kepada Yusuf bin Asbath: "Apakah puncak dari tawadhu' (rendah hati)?"
Maka beliau menjawab: "Engkau keluar dari rumahmu, tidaklah engkau melihat seseorang melainkan engkau merasakan bahwasanya ia lebih baik darimu." [2]

Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali hafizhahullah menyebutkan:

"Tawadhu' adalah engkau tidak melihat dirimu memiliki nilai lebih dibandingkan hamba Allah yang lainnya.  Tawadhu' adalah engkau tidak melihat orang lain membutuhkanmu." [3]

Sementara kita yang miskin ilmu dan amal, seringkali merasa lebih tinggi sebenang dari orang lain, lebih baik dari orang lain, lebih menguasai dari orang lain, lebih tahu dari orang lain. Semoga Allah Ta'ala mengampuni....

Foot note:

[1] Ighatsatul Lahfan Min Mashayidisy Syaithan, Ibnu Qayyim al-Jauziyah, edisi Indonesia: Menyelamatkan Hati Dari Tipu Daya Setan, Juz 1, penerbit Al-Qowam, Solo.
[2] Jawaahiru Shifatish Shafwah, edisi Indonesia: Teladan Hidup Orang-orang Pilihan, penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Bogor.
[3] Hakikat Tawadhu' dan Sombong Menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali hafizhahullah, penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar