Sabtu, 20 Agustus 2011

SYAIKH AL-ALBANI RAHIMAHULLAH DI USIA 84 TAHUN

Dalam Kitab Shahih Mawarid Adz Dzam’an ila Zawaid Ibn HIbban (2087) dalam pembahasan hadist Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dimana disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
أعمار أمتي ما بين الستين إلى السبيعين ، وأقلهم من يجوز ذلك

“Umur umatku antara 60 sampai 70 tahun,kecuali sedikit dari mereka yang usianya lebih dari itu.”

Ibn Arafah mengomentar hadist ini dengan berkata:

”Saya termasuk yang sedikit tersebut.”

Syaikh Albani turut berkomentar atas ucapan ini dengan menuliskan dalam tahqiqnya, sebagai berikut:

Dan saya pun termasuk yang sedikit tersebut. Saat ini usiaku sudah mencapai 84 tahun. Mudah-mudahan Allah subhanahu wata’ala menjadikanku termasuk golongan orang yang panjang umurnya dan baik amalannya.

Bersamaan dengan itu pula, sesungguhnya aku pun terkadang mengharapkan kematian, terlebih jika melihat kaum muslimin banyak menyimpang dari agamanya dan tertimpa kehinaan sehingga menjadi umat yang direndahkan. Akan tetapi terlarang berharap demikian,dan hadist Anas masih aku ingat sejak aku masih muda. Maka tidaklah bagiku kecuali mengatakan apa yang diperintahkan Nabi padaku shalallahu ‘alaihi wa sallam:

اللهم أحيني ما كانت الحياة خيرا لي وتوفني إذا كانت الوفاة خيرا لي

"Ya Allah hidupkan aku selama kehidupanku lebih baik bagiku,dan Wafatkanlah aku jikalau kematian itu baik bagiku.”

Serta berdo’a dengan apa yang diajarkan kepadaku oleh Nabi ‘alaihi sholatu wa sallam:

اللهم متعنا بأسماعنا وأبصارنا وقوتنا ما أحييتنا ، واجعلها الوارث منا

“Ya Allah Jadikan pendengaran dan penglihatanku senantiasa sehat dan kuatkanlah seluruh anggota badanku , kemudian jadikanlah itu semua tetap seperti itu hingga tibanya kematian”.

Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengabulkan doa ini padaku dan sungguh aku dapat menikmati itu semua (isi do’a di atas,penj). Inilah saya yang sampai usia sekarang ini masih giat membahas dan meneliti serta menulis dengan giat, saya pun shalat sunnah dengan berdiri, saya juga menyetir mobil sendiri dalam perjalanan yang jauh, juga menyetir dengan “ngebut” sampai-sampai sebagian kolega sering menyarankanku untuk tidak berbuat demikian. Menurut saya dalam masalah mengendarai mobil dengan kencang ini PERLU DIRINCI hukumnya sebagaimana juga telah diketahui oleh mereka. Saya ceritakan demikian ini sebagai wujud dari firman Allah:

“Dan terhadap nikmat Rabb mu hendaklah kamu menyebut-nyebutnya.” (QS.Adh Dhuha ayat 11)

Dengan senantiasa berharap agar Allah Subhanahu wa Ta’ala menambahkan karunianya kepadaku, dan menjadikan nikmat ini tidak dicabut hingga kematian tiba, serta mewafatkanku sebagai muslim diatas sunnah yang aku telah bernadzar untuk itu kehidupanku adalah dakwah dan menulis. Juga semoga Allah mengumpulkanku kelak dengan para syuhada dan orang-orang shalih sebagai sebaik-baik teman. Sesungguhnya Allah maha mendengar lagi menjawab do’a.
sumber: direktori-islam.com

Dikutip dari: http://moslemsunnah.wordpress.com/2009/09/02/syaikh-al-albani-di-usia-84-tahun/

Sedikit Cerita Unik Tentang Syaikh Al-Albani ~rahimahullah~

~ Ini Adalah Fatwa Seseorang Yang Belum Merasakan Enaknya Terkena Denda ~

Ada seorang pemuda penuntut ilmu pernah naik mobil bersama Syaikh al-Abani ~rahimahullah~. Syaikh al-Abani mengemudi mobilnya dengan kecepatan tinggi. Melihatnya, maka pemuda itupun menegur:” Wahai Syaikh, ini namanya ‘ngebut’ dan hukumnya tidak boleh. “ Syaikh ibnu Baz mengatakan bahwa hal ini termasuk menjerumuskan diri dalam kebinasaan.”

Mendengarnya, Syaikh al-Albani ~rahimahullah~ tertawa lalu berkata: ” Ini adalah fatwa seseorang yang tidak merasakan nikmatnya mengemudi mobil!!.” Pemuda itu berkata: “ Syaikh, akan saya laporkan hal ini kepada Syaikh Abdul Aziz bin Baz.”

Jawab Syaikh al-Abani,” Silahkan, laporkan saja.”

Pemuda itu melanjutkan ceritanya: “ Suatu saat, saya bertemu dengan Syaikh Abdul Aziz bin Baz ~rahimahullah~ di Makkah maka saya laporkan dialog saya dengan Syaikh al-Abani ~rahimahullah~ tersebut kepada beliau.
Mendengarnya, beliau juga tertawa seraya berkata: Katakan padanya: ” ini adalah fatwa seseorang yang belum merasakan enaknya terkena denda!” (Al-Imam Ibnu Baz, Abdul Aziz as-Shadan hlm.73)

Dikutip dari: https://moslemsunnah.wordpress.com/2010/12/21/sedikit-cerita-unik-tentang-syaikh-al-albani-rahimahullah-3/

Kisah Apik Dari Mobil Yang Terbalik

Syaikh Ali Khasysyan (beliau adalah salah satu murid Syaikh al-Albani -rahimahullah- yang berasal dari Syiria dan sekarang berdomisili di Arab Saudi) bercerita dalam sebuah artikelnya yang berjudul Nâshir al-Hadîts wa Mujaddid as-Sunnah, ‘Âsya wahîd al-’Ashr wa Ashbaha Faqîd al’Ashr, yang pernah dimuat pada majalah asy-Syaqō`iq, di dalamnya ia bercerita tentang Syaikh Nashiruddin al-Albani -rahimahullah-. Ia berkata:

“Demi Allah, seingatku tidak pernah kedua mataku melihat seorang yang lebih antusias dalam berpegang teguh dengan as-sunnah, lebih semangat dalam menyebarkannya dan lebih mengikutinya daripada Syaikh al-Albani -rahimahullah-.
Pernah suatu ketika mobil yang beliau kendarai terguling di suatu daerah antara kota Jedah dan Madinah. Orang-orang pun panik lalu berteriak: “Ya Sattâr (Yang Maha menutupi), ya Sattâr,” (oleh sebab panasnya suhu udara di sana).

Seketika itu pula Syaikh mengomentari ucapan mereka -padahal beliau masih berada di bawah mobil yang terbalik- seraya berkata: Ucapkanlah, Ya Sittîr[1], jangan kalian mengucapan, “Ya Sattâr,” sebab as-Sattâr bukan termasuk nama Allah, dan dalam sebuah hadits disebutkan:

إِنَّ اللَّـهَ حَيِيٌّ سِتِّيْرٌ يُحِبُّ السِّتْرَ.

Sesungguhnya Allah Maha Malu lagi Maha menutupi dan suka menutupi (hamba-hamba-Nya). (Hadits shahih. Lihat Irwâ` al-Ghalîl, karya beliau, no. 2335)

Pernahkah kalian melihat seorang yang masih sempat-sempatnya menyebarkan sunnah dan hadits pada situasi seperti ini pada zaman sekarang? Demi Allah, tidak ada kecuali kisah tentang Umar bin al-Khaththab -radhiallohuanhu- dan Ahmad bin Hambal -rahimahullah- atau selain keduanya dari ulama salaf dahulu.”

Penerjemah Abu Musa al-Atsar
Majalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah Ed 49, hal. 59
------------------------------
[1] Syaikh Abdur Razzaq bin Abdul Muhsin al-Badr hafizhahullâh berkata: “As-Sittîr artinya Yang selalu Maha menutupi hamba-hamba-Nya, tidak mencemarkan keburukan mereka di khalayak ramai, Yang Maha mencintai mereka untuk selalu menutupi diri mereka masing-masing dari apa-apa yang dapat mencemarkan nama baik mereka, menghinakan mereka dan menjatuhkan harkat dan martabat mereka. Ini merupakan keutamaan dan rahmat dari Allah ….” (Fiqh al-Asmâ` al-Husnâ, karya beliau, hlm. 307, Cetakan Maktabah al-Malik Fahd), pen.

Dikutip dari:http://bloghidayah.wordpress.com/2010/12/29/kisah-apik-dari-mobil-yang-terbalik/

Semoga bermanfaat...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar